- Mawinten dengan ayaban pawintenan saraswati sederhana adalah upacara pensucian diri dengan memuja Dewi Saraswati sebagai sakti Brahma yang mencipta ilmu pengetahuan, yang melaksankannya pawintenan ini, yang baru belajar agama, pegawai kantor agama, dll.
- Mawinten dengan banten ayaban bebangkit upacara medium adalah pensucian diri dengan memuja Dewi Saraswati dan Bathara Gana yang berfungsi sebagai pelindung manusia, yang melaksankannya pawintenan ini para tukang, sangging, tukang banten, dll.
- Mawinten dengan ayaban catur upacara utama adalah pensucian diri dengan memuja para Dewa : Iswara, Brahma, Mahadewa dan Wisnu sebagai manifestasi Ida Sanghyang Widhi Wasa, yang melaksanakannya pawintenan ini para sulinggih : pemangku, dalang, pendeta, dll.
Makna dan Tingkatan Upacara Mawinten
Aturan Upawasa Atau Puasa Dalam Ajaran Hindu
BAGAIMANAKAH AKIBATNYA JIKA KITA LUPA AKAN KAWITAN
Kalender Kayu Penuntun Terbaik Petani Bercocok Tanam Padi
Bahasa Bali Akan Tetap Lestari! Ini Rahasianya
Dalam pergaulan yang serba terbuka sekarang ini, meski banyak mengalami perubahan, bahasa Bali diyakini akan tetap lestari. Takkan punah. Yang ada justru pengembangan. Sebab, seperti bahasa Jawa bagi orang Jawa dan Bahasa Sunda bagi orang Jawa Barat, bahasa Bali merupakan bahasa Ibu bagi masyarakat pulau Dewata.
Keyakinan itu disampaikan oleh Kepala Balai Bahasa Provinsi Bali I Wayan Tama.
“Bahasa Bali sebagai bahasa ibu, seperti halnya bahasa Jawa tidak akan punah,” ungkapnya.
Menurutnya, suatu bahasa Ibu takkan punah bila penggunanya cukup banyak dan memiliki tradisi selain wicara yang juga menggunakan bahasa yang sama.
Bahasa Bali, terang Wayan Tama, jumlah penuturnya tergolong banyak, bahkan sebagian besar keluarga di Bali menggunakannya. Disamping dalam percakapan di lingkungan keluarga, masyarakat Bali juga memiliki tradisi menulis huruf Bali. Belum lagi dalam berbagai pertunjukan kesenian seperti Wayang Kulit, Bondres, Arja, Drama Gong, Geguritan, dan lain sebagainya, juga menggunakan bahasa Bali.
“Dalam pergaulan, dalam upacara agama, maupun dalam percakapan dalam keluarga, Bahasa Bali senantiasa digunakan. Di samping itu, Bahasa Bali juga punya tradisi tulisan,” paparnya.
Diakui oleh Wayan Tama, memang ada perubahan atau pergeseran dalam penggunaan bahasa Bali dalam dasawarsa terakhir. Namun hal ini tidak membuat penggunaan bahasa Bali menjadi berkurang. Yang ada, dalam pengamatannya, justru pengembangan, yakni penyesuaian bahasa asing atau luar Bali ke dalam bahasa Bali.
“Orang Bali memang juga mengambil istilah-istilah baru yang tidak ada dalam kosa kata Bahasa Bali, seperti kata televisi atau handphone, yang diadopsi dalam perakapan Bahasa Bali,” kata Tama.
Itulah yang membuat bahasa Bali akan tetap lestari, takkan punah. Terlebih-lebih, menurut Wayan Tama, posisi bahasa Bali sebagai Bahasa Ibu juga diperkuat oleh kebijakan Pemerintah Daerah Bali yang telah memasukkan Bahasa Bali sebagai muatan lokal dalam kurkulum pendidikan yang wajib diajarkan pada murid dari tingkat SD, SLTP hingga SLTA.
Catatan Redaksi:
Dalam pengamatan POPBALI, belakangan ini di Bali mulai berkembang jenis banyolan baru. Beberapa diantaranya mengikuti trend nasional. Bondres yang dikemas dengan format menyerupai “Overa Van Java” misalnya. Atau tampilan solo ala “standup comedy.” Semuanya diadaptasi dan menggunakan bahasa Bali. Kreativitas seperti ini patut diapresiasi.
Perkembangan menarik lainnya, sehubungan dengan upaya pelestarian bahasa Bali di era digital sekarang ini, adalah hadirnya dukungan dari Google. Sejak 15 Februari 2013, perusahaan mesin pencarian (search engine) terbesar di dunia ini menghadirkan halaman muka pencarian berbahas Bali yang disebut dengan “Google Basa Bali.” Menurut POPBALI, Ini merupakan bentuk pengakuan bahwa bahasa Bali memiliki jumlah pengguna yang dinilai cukup tinggi.
“Sebagai bahasa daerah yang digunakan oleh 4 juta orang, kami berharap bahasa Bali di Google akan memudahkan lebih banyak lagi pengguna internet menemukan informasi yang mereka butuhkan,” papar Rudy Ramawy, Head of Country Google Indonesia, dalam press rilisnya saat peluncuran.
Dua bahasa daerah di Indonesia yang tersedia sebagai pilihan dalam laman muka mesin pencarian Google, sampai saat ini, hanya Bahasa Bali dan Bahasa Jawa. –sumber
Bagi Anda Yang Punya Bayi, Godaan Bayi Baru Lahir Sering Menangis Menurut Agama Hindu
- Kutilapas kethek (lutung) perwujudan dari bungkus/lamas
- Celeng demalung perwujudan dari yeh nyom/ketuban
- Asu ajeg perwujudan dari ari ari
- Kalasrenggi (banteng) perwujudan dari getih/darah
- Kalamurti (kebo) perwujudan dari puser/udel
- Kalarandin (menjangan) perwujudan dari ilu/idu/air liu
- Kralawelakas (kidang) perwujudan dari kunir/kunyit
- Tikus jinada perwujudan dari ceplekaning ari-ari
- Taliwangke perwujudan dari ususing ari-ari
Pantangan Bagi Suami Yang Istrinya Sedang Hamil Menurut Hindu-Bali, Wajib Anda Ketahui
- Menjelekkan, menghina, merendahkan orang lain
- Menyiksa binatang
- Makan atau minum berlebihan apalagi sampai mabuk
- Berjudi
- Tidak membangunkan istri yang sedang tidur.
- Tidak melangkahi (ngungkulin) istri yang sedang tidur
- Pada saat istri yang sedang hamil itu lagi makan, dilarang anglawatin (membayangi dengan bayangan badan) terhadap nasi atau makanan yang sedang dimakannya.
- Membangun rumah
- Memotong rambut
- Menyelenggarakan pengangkatan anak
- Membuat pagar rumah atau pagar ladang
- Memperistri wanita lain
- Selingkuh
- Membuat perasaan istri tenang/ damai/ aman/ terlindungi
- Melakukan derma (Drwya Yadnya – dana punia)
- Rajin sembahyang, bersamadhi, bermeditasi
- Membaca Mahabharata
- Pada usia kehamilan 7 bulan, adakan upacara megedong-gedongan (kalau mungkin/ bisa) Kalau tidak, sembahyang biasa ditujukan kepada Bhatara Guru (Sanghyang Widhi) mohon keselamatan bayi dan ibunya.
- Mengendalikan panca indria, bila mampu berpuasa setiap bulan purnama dan tilem.
Tri Hita Karana
Secara etimologi Tri Hita Karana berasal dari kata tri yang berarti tiga, hita berarti kebahagiaan, kesejahteraan, dan karana berarti penyebab. Jadi Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kebahagiaan atau kesejahteraan. Hal ini diwujudkan dalam hubungan yang harmonis antara :
- Manusia dengan Tuhan YME (parhyangan)
- Manusia dengan manusia (pawongan)
- Manusia dengan lingkungan / alam (palemahan)
1. Hubungan harmonis manusia dengan Tuhan YME
Bagaimana kita menjalin hubungan yang harmonis dengan Tuhan? Apakah bisa, ketemu saja tidak? Tuhan memang tidak dapat dilihat tetapi bisa dirasakan. Menjalin hubungan dengan Tuhan, tidak harus bertemu atau melihat beliau. Itu hal yang tidak mungkin bila Tuhan dalam keadaan transenden, apalagi awidya yang menutupi begitu tebal dalam diri kita. Lalu dengan apa menjalin hubungannya? Dengan memahami dan melaksanakan ajarannya. Bila dikaitkan dengan Panca Yajna, dalam hal hubungan dengan Tuhan termasuk Dewa Yajna. Pengorbanan yang tulus ikhlas kepada para dewa, seperti merayakan hari raya saraswati, siwalatri, sembahyang, dan sebagainya.
2. Hubungan harmonis manusia dengan manusia
Manusia hendaknya menjalin hubungan yang harmonis dengan sesama, supaya tercipta hidup yang rukun, tentram dan sejahtera. Dalam ajaran Hindu kita mengenal Tat Tvam Asi, semboyan inilah yang seharusnya dijadikan pondasi untuk menjalin hubungan dengan sesama. Bila menyakiti orang lain, sebenarnya itu sama dengan menyakiti diri-sendiri. Bila semua orang berpikiran demikian, tentunya kedamaian akan tercipta. Bila dikaitkan dengan Panca Yajna hubungan dengan sesama dapat diwujudkan dengan rsi yajna, pitra yajna, dan manusa yajna, seperti memberi punia kepada para Sulinggih, upacara dari bayi hingga pernikahan, menghormati orang yang lebih tua, dan sebagainya.
3. Hubungan harmonis manusia dengan alam lingkungan
Manusia hidup didunia tidak lepas dari keterikatan dengan alam lingkungan. Hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan tidak akan berhenti ketika manusia itu hidup. Tetapi terkadang sifat rakus manusia membuat alam menderita. Eksploitasi alam secara besar – besaran tanpa memikirkan akibat yang ditimbulkannya. Banyak contoh akibat dari eksploitasi yang tidak bertanggung jawab itu, seperti globalwarming, lumpur lapindo, dan sebagainya. Oleh karena itu jadilah. Oleh karena itu menjalin hubungan harmonis dengan lingkungan hendaknya kita lakukan. Bila dikaitkan dengan Panca Yajna hubungan dengan lingkunagan ini dapat diwujudkan dengan Bhuta Yajna, seperti mecaru, segahan, dan sebagainya.
Ketiga hubungan ini memiliki kesatuan yang utuh dan saling berhubungan. Kita ambil contoh saat melakukan piodalan pura / upacara yajna lainnya. Didalam kegiatan tersebut entah sadar atau tidak kita telah melakukan ketiga hubungan ini. Hubungan dengan Tuhan, sudah jelas yajna itu ditujukan kepada Tuhan. Yang kedua hubungan dengan manusia, saat kita ngayah disitulah terjadi hubungan ini, saling membantu satu sama lain untuk menyelesaikan tugas, berkomunikasi dengan baik dan menumbuhkan rasa kekeluargaan. Dan yang terakhir hubungan dengan lingkungan, sudah jelas didalamnya ada mecaru.
Terimakasih atas attentionnya, semoga tulisan ini bermanfaat. Dan apabila ada kesalahan dalam penulisan, tutur kata dan lainnya penulis mohon maaf… –sumber
Yajna
Yajna berasal dari bahasa sansekerta dari akar kata Yaj yang artinya memuja, mempersembahkan, atau korban. Yajna diartikan sebagai korban suci yang tulus ikhlas. Di Indonesia penulisan yajna lazim ditulis dengan yadnya, artinya tetap sama. Yajna memiliki pengertian yang lebih luas disbanding upacara Yajna. Yajna memiliki dimensi yang luas yaitu meliputi filsafat, etika, dan ritual. Sedangkan upacara yajna dari segi wujudnya lebih menonjolkan segi ritual, meskipun didalamnya terbungkus filsafat dan etika. Yajna pada hakekatnya adalah suatu perbuatan perluasan suci yang dilandasi dengan ketulusikhlasan untuk mengabdi kepada Tuhan YME dan segala ciptaannya.
Lalu apa yang menjadi dasar kita melakukan yajna? Di dalam Atharva veda, XII.1.1 disebutkan:
“ Satyam brhad rtam ugram,
diksa tapo brahma yajnah prthivim dharayanti,
sa no bhutasya bhany asya patynyurumlokam”.
Artinya:
Kebenaran (satya) hukum yang agung, yang kokoh dan suci (rta), tapa brata, doa, dan yajna, inilah yang menegakkan bumi. Semoga bumi ini , ibu kami sepanjang masa memberikan tempat yang lega bagi kami.
Selain itu di dalam kitab Bhagawadgita III.10 disebutkan:
“ Saha-yajnah prajah srstva
Purovaca prajapatih,
Anena prasavisyadhvam
Esa vo ‘stv ista-kama-dhuk”.
Artinya:
Sesungguhnya sejak dahulu dikatakan, Tuhan setelah menciptakan menusia melalui yajna, berkata : dengan (cara) ini engkau akan berkembang, sebagai sapi perah yang memenuhi keinginanmu (sendiri).
Dari sloka diatas dapat kita simpulkan bahwa yajna merupakan salah satu penyangga tegaknya kehidupan di dunia ini. Tuha telah menciptakan manusia dengan yajna, dan dengan yajna pulalah manusia berkembang dan memelihara kehidupannya. Kesucian diri dan keikhlasan tentunya menjadi dasar dalam beryajna.
Nah sekarang kita bahas makna dan tujuan kita melakukan yajna…
1. Sebagai pengejawantahan ajaran Veda
Sudah jelas bahwa didalam Veda banyak disebutkan tentang yajna. Seperti sloka-sloka yang mendasari kita melakukan yajna. Jadi Yajna merupakan aplikasi dari ajaran Veda.
2. Sebagai rasa terima kasih
Kehidupan ini pada hakekatnya memiliki ketergantungan dengan yang lain. Ada 3 ketergantungan dalam hidup manusia yang membawa ikatan hutang (rna). Ketiga hutang (tri Rna ) yaitu:
- Dewa Rna : ketergantungan pada Tuhan yang telah menciptakan kehidupan, memelihara dan memberikan kebutuhan hidup. (dibayar dengan Dewa yajna dan Bhuta yajna).
- Rsi Rna : ketergantungan kepada Rsi yang telah memberikan pengetahuan Suci untuk membebaskan hidup ini dari kebodohan menuju kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir batin. (dibayar dengan Rsi yajna).
- Pitra Rna : Ketergantungan kepada leluhur yang telah melahirkan, mengasuh dan membesarkan diri kita.(dibayar dengan Pitra yajna dan Manusa yajna).
Dari uraian di atas menjelaskan bahwa salah satu tujuan kita melakukan yajna adalah sebagai bentuk rasa terima kasih, baik kepada Tuhan, rsi, leluhur, sesama manusia,maupun kepada bhutakala.
3. Untuk mencapai sorga
“ tiga ikang karya amuhara swarga, lwirya tapa, yajna, kirti”. Artinya ada tiga jalan untuk mencapai sorga yaitu tapa, yajna dan kirti.(agastya parwa)
4. Untuk melepaskan diri dari ikatan karma
“ apan ikang karma kabeh kaentas krta tekapaning yajna niyatannya”. Artinya segala karma itu akan dapat dibebaskan dengan pelaksanaan yajna yang sesungguhnya.( bhisma parwa)
5. Untuk mencapai kebebasan
Dalam Bhagawadgita IV.31 disebutkan mereka yang makan sisa persembahan, sebagai amrta , mencapai Brahman yang kekal abadi, dunia ini bukan bagi yang tidak beryajna, apa pula dunia yang lain, wahai Arjuna.
Selanjutnya kita akan membahas tentang macam” panca yajna…
1. Menurut Manawadharmasastra III.73
– Ahuta : mengucapkan doa-doa suci weda
– Huta : persembahan dengan api homa
– Prahuta : upacara bali / bhuta yajna
– Brahma huta : menghormati para brahmana
– Prasita : persembahan tarpana pada para pitara
2. Menurut Bhagawadgita IV.28
– Drweya yajna : berdana punia dengan harta
– Tapa yajna : mengendalikan indriya
– Yoga yajna : melakukan astangga yoga
– Swadyaya Yajna: mengendalikan diri belajar sendiri pada Tuhan
– Jnana yajna : beryajna dengan ilmu pengetahuan
Nah panca yajna yang kenal pada umumnya bersumber dari Agastya parwa yaitu: dewa yajna, rsi yajna, pitra yajna, manusa yajna dan bhuta yajna, yang ini ga perlu dijelaskan pasti udah tau semua…
Sebagai penutup kita bahas tentang kualitas Yajna menurut Bhagawadgita tepatnya pada Adhyaya XVII sloka 11,12,13…
1. Satvika yajna
“ yajna menurut petunjuk kitab-kitab suci, yang dilakukan oleh orang tanpa mengharap pahala dan percaya sepenuhnya upacara ini sebagai tugas kewajiban, adalah satvika”.
Yajna yang satvika meliputi :
– Sradha : dengan keyakinan
– Lascarya : tulus ikhlas
– Sastra : berpedoman pada sastra Veda
– Daksina : sesari ( tanpa daksina ibarat api tanpa panas )
– Mantra gita : weda, genta, kidung
– Anasewa : jamuan
– Nasmita : tidak untuk pamer
2. Rajasika yajna
“ tetapi yang dilakukan dengan mengharap ganjaran, dan semata-mata untuk kemegahan belaka, ketahuilah wahai Arjuna, yajna itu bersifat rajas”. Yajna yang bersifat rajas merupakan yajna yang dilakukan dengan penuh pengharapan akan hasilnya, untuk pamer dll.
3. Tamasika yajna
“ dikatakan bahwa yajna yang dilakukan tanpa aturan(bertentangan) dimana makanan tidak dihidangkan, tanpa mantra dan sedekah serta tanpa keyakinan dinamakan tamas”. Yajna yang tamasika dilakukan dengan cara yang tidak baik, tidak ikhlas, asal-asalan, tidak mengikuti petunjuk sastra, tanpa mantra, tanpa daksina.
Sapta Timira
Kata Sapta Timira berasal dari bahasa sansekerta dari kata “sapta”yang berarti tujuh, dan kata “timira” yang berarti gelap,suram, (awidya). Sapta timira berarti “tujuh kegelapan” adalah tujuh unsur atau sifat yang menyebabkan pikiran orang jadi gelap. Ketujuh unsur kegelapan tersebut ada pada setiap diri manusia. Sifat awidya yang ada pada diri manusia apa bila tidak dikendalikan akan menimbulkan berbagai macam tindakan kejam,seperti marah,kejam,denki,iri hati ,suka mempitnah,merampok dan yang lainnya. Semua sifat dan tindakan itu adalah bertentangan dengan agama yang disebut,sifat prilaku Adharma .
Pembagian Sapta Timira
1. Surupa atau kemabukan (lupa daratan) karena wajah atau rupa yang tampan, ganteng atau cantik. Kegantengan atau kecantikan seseorang kadang kala menyebabkan yang bersangkutan menjadi angkuh, sombong dan tinggi hati. Semestinya kegantengan atau kecantikan wajah dibarengi dengan perilaku yang baik, budi yang luhur. Orang yang ganteng atau cantik, hendaknya dapat mengendalikan diri dengan membuang jauh-jauh sikap dan perilaku yang tidak baik.
2. Dhana atau kemabukan (lupa daratan) karena banyak mempunyai harta benda atau kekayaan. Banyaknya harta benda yang dimiliki sering kali menyebabkan seseorang menjadi lupa diri, menepuk dada, angkuh dan sombong dan tidak ingat dengan teman-temannya. Pada hal kepemilikan harta benda seyogyanya dibarengi dengan dharma, perilaku yang baik sesuai dengan ajaran agama. Karena itu orang yang memiliki banyak harta benda seyogyanya dapat menjaga diri, tidak menepuk dada atau tidak sombong dengan harta bendanya.
3. Guna atau kemabukan (lupa daratan) karena mempunyai kepintaran atau kepandaian. Orang yang pintar juga kadang lupa diri, menganggap orang lain tidak tahu apa-apa. Orang seperti ini cenderung angkuh dan kurang disukai oleh masyarakat. Oleh karena kepandaian semestinya dibarengi dengan perbuatan yang baik, disertai dengan budi pekerti yang luhur. Kepintaran semestinya diamalkan, dipergunakan untuk maksud-maksud yang baik, sehingga dapat membantu masyarakat yang kurang mempunyai pengetahuan.
4. Kulina atau kemabukan (lupa daratan) karena keturunan. Faktor keturunan juga sering mengakibatkan orang lupa diri. Seorang keturunan bangsawan, keturunan raja, kadang kala juga menganggap remeh orang lain yang tidak seketurunan. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan bagi orang tersebut. Keturunan orang-orang terkenal, berpangkat atau bangsawan, sebaiknya mempunyai perilaku yang baik, berbudi luhur sejalan dengan ajaran agama. Mereka seharusnya dapat menjadi panutan dapat memberikan contoh yang baik terhadap masyarakat sekitarnya.
5. Yowana atau kemabukan (lupa daratan) karena masa remaja atau masa muda. Anak muda remaja karena kurang pendidikan dan pengalaman, sering kali lebih menyukai kebebasan dan hura-hura, sering kali sok jagoan dan suka berkelahi. Sebaikanya semasa masih remaja, anak-anak itu diberi pendidikan agama yang memadai, diberi pelajaran mengenai etika, bagaimana harus berperilaku di dalam masyarakat, sebagaimana harus membawa diri dan lain-lain, supaya mereka dapat menjadi manusia yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama. Masa remaja adalah masa yang baik untuk mengembangkan diri menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat, bagi nusa dan bangsa serta agama.
6. Sura atau kemabukan (lupa daratan) karena minuman keras. Minuman keras merupakan musuh yang sangat buruk. Ia dapat membuat orang mabuk, lupa diri dan berbuat yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Karena itu manusia beragama sebaiknya menjauhi minuman keras.
7. Kasuran atau kemabukan (lupa daratan) karena merasa mempunyai keberanian. Keneranian kadang kala membuat orang lupa diri. Keberanian tanpa disertai dengan pikiran yang sehat dan baik dapat mengakibatkan kerugian atau kesulitan bagi orang lain maupun yang bersangkutan sendiri. Keberanian hendaknya selalu dilandasi oleh kebenaran dan Dharma, oleh perbuatan yang luhur sesuai dengan ajaran agama.
Tri Mala
- Kasmala, perbuatan yang hina dan kotor (leteh).
- Mada, perkataan, pembicaraan yang dusta dan kotor. Tidak usah dipelihara sebab wak purusya ini akan bisa mendatangkan penderitaan dan dijauhi teman-teman.
- Moha, pikiran, perasaan yang curang dan angkuh.
Seni Tari dan Jenisnya Dalam Hindu
Seni tari tentunya hal yang tidak asing lagi bagi kita, sekarang malah banyak sekali macam-macam tarian baik yang tradisional maupun yang modern. Seni tari merupakan suatu karya seni yang ditampilkan melalui media gerak sehingga menimbulkan daya pesona. Mengingat dalam perkembangannya sekarang, begitu banyak macam tari maka umat Hindu mengelompokan seni tari menjadi tiga kategori, yaitu :
1. Seni Tari yang Termasuk Wali
Seni tari yang termasuk Wali sifatnya sakral. Suatu tarian yang mengandung simbolis religious dan biasanya dilakukan bebarengan dengan upacara keagamaan di pura. Tari Wali tidak mengandung lakon.
Biasanya tari sakral ini ditarikan oleh :
– Penari yang masih gadis
– Bisa ditarikan oleh orang yang sudah berumah tangga, terutama bagi wanita yang sudah mengalami menopose.
– Penari sering membawa alat-alat upacara seperti canang sari, pasepan, sampian dan lain-lain.
– Gerak tari sakral sederhana, mengikuti gerak alam seperti tumbuh-tumbuhan, peredaran matahari dan sebagainya.
– Ada suasana mistik, magis, religius.
– Biasanya ditarikan secara kolektif. Isinya menggugah emosional keagamaan.
Contoh tari yang termasuk Wali : tari rejang, tari pendet, tari baris tumbak, tari sanghyang, tari bedaya semang, tari sanyang, tari tortor, tari gantar.
2. Seni Tari yang Termasuk Bebali
Tari Bebali termasuk sebagai pengiring upacara dan mengandung lakon. Contohnya : Tari Wayang Lemah, Tari Gambuh, dan Tari Topeng.
3. Seni Tari yang Termasuk Balih-balihan
Seni tari yang termasuk Balih-balihan adalah seni tari yang diciptakan berdasarkan tuntunan budi luhur dan berfungsi untuk hiburan. Contoh : tari cak, tari janger, tari legong keraton, tari kebyar duduk, tari manuk rawa, tari puspa wresti, tari puspanjali, dan masih banyak lagi termasuk seni drama dan tari atau Sendratari.
Alam Semesta Menurut Hindu (Bhagawan Dwija)
Kehidupan pemeluk Hindu menyatu dengan alam, karena:
1. Filosofi: Trihita-karana (tiga hal yang menyebabkan kebahagiaan): hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan (parhyangan), manusia dengan sesama manusia (pawongan), dan manusia dengan alam (palemahan).
Bila salah satu keharmonisan itu hilang/ terganggu maka hidup manusia akan sulit/ tidak bahagia. Karena itu umat Hindu selalu berusaha menjaga keharmonisan/ keseimbangan ketiga hal itu.
3. Filosofi tentang bhuwana-agung (alam semesta) dan bhuwana-alit (tubuh manusia) yang mempunyai unsur-unsur yang sama, disebut Panca Mahabhuta (lima unsur alam semesta utama), yaitu:
NO. | UNSUR | BHUWANA AGUNG | BHUWANA ALIT |
1. | Pertiwi | tanah | tulang dan daging |
2. | Apah | air hujan, danau, sungai, laut | darah, kencing, kelenjar |
3. | Bayu | angin | paru-paru/ rongga perut |
4. | Teja | matahari | suhu badan, sinar mata |
5. | Akasa | angkasa | rambut, kuku, urat saraf, 9 buah lubang: mata (2), hidung (2), telinga (2), mulut (1), dubur (1), kelamin (1) |
KESIMPULAN
- Tubuh manusia berasal dari alam semesta, maka jika kita mencintai tubuh kita maka logis mencintai alam semesta juga.
- Tuhan (Sanghyang Widhi) menciptakan tubuh manusia dari kekuatan alam. Kekuatan-Nya itu disebut sebagai: Kandapat dan Nyama Bajang.
- Bila roh tidak lagi memerlukan tubuh (karena meninggal dunia) maka tubuh wajib dikembalikan ke alam semesta dalam keadaan suci dan mulus, melalui upacara pembakaran mayat/ ngaben (mengembalikan unsur: pertiwi, bayu, teja, akasa).
Dengan demikian, maka 4 unsur Panca Mahabhuta kembali ke asalnya masing-masing.
Di India dan Nepal, tempat pembakaran mayat selalu berada di pinggir sungai: Gangga, Yamuna, Pasupatinath, dll. maka abunya di hanyut ke sungai sebagai kelengkapan mengembalikan panca mahabhuta ke-5, yaitu ‘apah’
Di Bali, setelah membakar mayat, maka abunya dihanyut ke laut dengan maksud:
- Mengembalikan unsur ‘apah’
- Memohon kesucian sapta gangga (tujuh sungai suci di India: gangga, sindu, (sarasvati), yamuna, godavari, narmada, kaveri, sarayu.
Oleh karena kita di Bali tidak mungkin pergi ke India untuk nganyut abu di sungai gangga, dan karena ke-tujuh sungai suci itu telah bermuara ke laut Hindia, dan laut itu menyatu di seluruh dunia, maka para Maha-Rsi di Bali sejak abad ke-6 ‘memandang’ bahwa air laut sudah mengandung unsur-unsur sapta gangga. Maka kita cukup menganyut abu ke laut di mana saja (di Bali atau di luar Bali).
Bila lokasi jauh dari laut, boleh juga nganyut ke sungai, dengan pengertian bahwa abu di sungai toh akan sampai/ bermuara pula ke laut. –sumber
Dasar-Dasar Umat Hindu Memeluk Agama Hindu (Panca Sradha)
Perlu di ketahui di dalam agama hindu ada dasar-dasar kenapa umat hindu memeluk agama hindu . Mungkin banyak yang tidak tahu bila di tanyakan dasar-dasar kenapa memeluk agama hindu . Tapi bila membicarakan tentang panca sradha pasti semua nya mengetahuin nya . Padahal dasar-dasar umat hindu memeluk agama hindu itu adalah adanya panca sradha . Nah sekarang anda sudah mengetahui nya kan ???. Kalau anda belum mengetahui nya past anda akan bertanya-tanya . Apa sih yang di maksud panca sradha itu ???. Apakah panca sradha memiliki bagian-bagiannya ???. Nah dalam artikel kali ini kita akan membahas dasar-dasar umat hindu (Panca Sradha) .
Secara etimologi panca sradha berasal dari 2 kata yaitu panca dan sradha . Panca yang berarti lima sedangkan sradha adalah keyakinan ataupun kepercayaan . Jadi dapat kita simpulkan bahwa panca sradha adalah lima keyakinan ataupun kepercayaan sebagai dasar yang di miliki oleh umat hindu untuk menjalankan kehidupan di dunia ini . Adapun bagian-bagian panca sradha itu yaitu :
- Percaya Adanya Brahman
- Percaya Adanya Atma
- Percaya Adanya Karma Phala
- Percaya Adanya Punarbhawa
- Percaya Adanya Moksa
Percaya Adanya Brahman (Panca Sradha)
Maksud dari percaya adanya brahman adalah kita harus percaya bahwa adanya maha pencipta atau biasa kita sebut tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) yang telah memberikan kehidupan pada kita semua . Tuhan adalah sumber dari segala yang ada dan akhir dari segala yang tercipta . Di dalam weda maupun mantra-mantra juga sudah di jelaskan di dalam nya seperti :
“ Om tat Sat Ekam Ewa Adwityam Brahman “ arti nya tuhan atau ida sang hyang widhi wasa hanya satu tidak ada dua nya dan maha sempurna .
“ Om Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti “ arti nya tuhan atau ida sang hyang widhi wasa itu hanya satu tetapi orang bijaksana lah yang menyebutnya dengan berbagai macam nama .
Kemudian di dalam mantra tri sandya pun juga di sebutkan “ Eko Narayana na Dwityo’Sti Kascit “ arti nya hanya satu tuhan atau ida sang hyang widhi wasa yang di sebut narayana dan sama sekali tak ada dua nya . Di dalam sifat-sifat tuhan adanya tri purusa dan bagiannya . –sumber
Percaya Adanya Atma (Panca Sradha)
Atma adalah percikan-percikan kecil dari brahman (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) . Atma berasal dari kata an yang berarti bernafas . Setiap makhluk yang bernafas mempunyai atma , sehingga mereka dapat hidup . Jadi atma adalah hidupnya semua makhluk hidup baik itu manusia , hewan , maupun tumbuhan . Atma berasal dari tuhan atau ida sang hyang widhi wasa yang memberikan hidup kepada semua makhluk hidup di muka bumi ini . Badan kita tidak akan berfungsi bila di dalam tubuh kita tidak ada atma .
Adapun sifat-sifat atma :
- acchedya berarti tak terlukai senjata,
- adahya berarti tak terbakar oleh api,
- akledya berarti tak terkeringkan oleh angin,
4 . acesya berarti tak terbasahkan oleh air,
5 . nitya berarti abadi,
6 . sarwagatah berarti ada di mana-mana,
7 . sathanu berarti tidak berpindah – pindah,
8 . acala berarti tidak bergerak,
9 . awyakta berarti tidak dilahirkan,
10 . achintya berarti tak terpikirkan,
11 . awikara berarti tidak berubah,
12 . sanatana berarti selalu sama.
Percaya Adanya Karma Phala (Panca Sradha)
Secara etimologi karma phala berasal dari 2 kata yaitu karma dan phala . Karma arti nya perbuatan sedangkan phala yang arti nya hasil . Jadi dapat kita simpulkan karma phala arti nya hasil sebuah perbuatan yang kita lakukan . Di dalam ajaran hindu kita mengenal nama nya hukum karma phala yaitu hukum sebab akibat , setiap perbuatan yang kita lakukan pasti mendapatkan phala nya atau hasil nya .Karma Phala di dapatkan sesuai apa yang kita lakukan sesuai Tri Kaya Parisuda , baik pikiran , perkataan , maupun tindakan kita .
Karma phala di bedakan menjadi 3 berdasarkan waktu nya :
1 . Sancita Karma Phala
Sancita karma phala artinya perbuatan di masa / kehidupan lalu pada kehidupan sekarang kita menerima hasil dari perbuatan tersebut
2 . Prarabda Karma Phala
Prarabda karma phala arti nya perbuatan di masa / kehidupan sekarang pada kehidupan sekarang pula kita menerima hasil dari perbuatan tersebut .
3 . Kryamana Karma Phala
Kryamana Karma Phala arti nya perbuatan di masa / kehidupan sekarang pada kehidupan yang akan datang kita menerima hasil dari perbuatan tersebut .
Percaya Adanya Punarbhawa (Panca Sradha)
Punarbhawa berasal dari 2 kata yaitu punar dan bhawa . Punar yang berarti kembali dan bhawa berarti menjelma atau lahir . Jadi kesimpulan dari punarbhawa adalah kelahiran atau penjelmaan kembali secara berulang-ulang . Punarbhawa sering kita sebut dengan reinkarnasi . Sebenarnya kita hidup di dunia ini adalah untuk kita berbenah diri karena di kehidupan kita dahulu masih belum sempurna dan masih banyak memiliki dosa yang belum bisa kita bayar atau lunasi dan tergantung dari amal dan prilaku dan perbuatan kita di masa lampau,masa sekarang,dan masa yang akan datang.
Percaya Adanya Moksa (Panca Sradha)
Nah ini dia tujuan dari hidup kita di dunia ini menurut kepercayaan agama hindu dari ajaran panca sradha ini, yaitu moksa.Moksa berasal dari kata muc yang memiliki arti bebas. Bebas dari segala ikatan karma, ikatan duniawi( suka dan duka ) ikatan hidup, ikatan cinta kasih dll. Dimaana jika suatu atma telah mencapai moksa maka sang atma tidak akan terikat lagi dengan urusan keduniawian alias free dari segala sesuatu yang menyangkut aspek karma phala, samsara dan lain lainya. Syarat utama untuk mencapai moksa adalah menjalankan semua jaran agama dengan benar . Jika telah mencapai moksa biasanya di sebut juga dengan kalimat “Mokharatam Jagadhita ya ca iti Dharma”
Adapun tingkat-tingkatan dari moksa :
1 . SAMIPYA
Samipya adalah moksa yang dapat dicapai oleh para maha Rsi/yogi dengan kematangan tapa , membuka intuisinya sehingga dapat menerima wahyu dan memahami hakekakat hidup sejati.
2 . SARUPYA/ SADARMYA
Sarupya / sadarmya adalah moksa yang dapat dicapai oleh kesadaran sejati ketika atma dapat mengatasi segalanya . Hal ini dapat dicapai oleh Awatara . Beliau bisa mengatasi segalanya dan dapat menentukan sendiri kapan akan meninggalkian dunia ini .
3 . SALOKYA
Salokya adalah tingkatan moksa yang dicapai oleh atma yang telah mampu mencapai tingkat tuhan . Misalnya leluhur atau orang tua yang telah diaben.
4 . SAYUJYA
Sayujya adalah tingkat kebebasan yang paling tinggi dimana atma telah bersatu dengan brahman atau tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa ) . “Brahman Atman Aikyam “ yang arti nya brahman dan atma tunggal.